Gue cari ke kelas, engga ada. Di perpustakaan engga ada. Di
taman sekolah engga ada. Di lapangan basket engga ada. Di lapangan bola engga
ada. Di ruang music engga ada. Di laboratorium engga ada. Gue keliling tempat
parkir dan hasilnya nihil. Gue intip ruang guru, ruang staff sekolah, ruang
wakil kepala sekolah, dan ruang kepala sekolah pun engga ada. Dan nekat demi
Dicky, gue tanya sama cowok yang habis dari toilet pun jawabannya nol (0).
*NEEETNOOOTTT* Suara bel berbunyi. Oke, sekarang gue mau cari
Dicky kemana?
“Lagi apa lo disini?”, saut kak Morgan tiba-tiba.
“Eh kak Morgan, hehe. Ngapain disini kak? Kan udah bel?”, tanya gue.
“Gue nyamperin lo. Gue lihat-lihat, lo lagi cari sesuatu ya? Apa?”, kata kak Morgan.
“Iyakak, cari Dicky!”, jawab gue.
“Dicky?”, tampangnya agak mikir. “Ooh Dicky.. yang kemarin kamu pulang bareng dia kan?”, tanyanya.
“iyakak! Dia dimana sekarang? Kakak tahu ngga?”, tanya gue.
“Tuh diatas genteng”, sautnya sambil nunjuk ke ruangan yang ada diatas genteng. HAH?! GENTENG?! Masa iya yang di bilang Marsya tadi itu bener-_- Engga lucu ah. *eh
“Lagi apa lo disini?”, saut kak Morgan tiba-tiba.
“Eh kak Morgan, hehe. Ngapain disini kak? Kan udah bel?”, tanya gue.
“Gue nyamperin lo. Gue lihat-lihat, lo lagi cari sesuatu ya? Apa?”, kata kak Morgan.
“Iyakak, cari Dicky!”, jawab gue.
“Dicky?”, tampangnya agak mikir. “Ooh Dicky.. yang kemarin kamu pulang bareng dia kan?”, tanyanya.
“iyakak! Dia dimana sekarang? Kakak tahu ngga?”, tanya gue.
“Tuh diatas genteng”, sautnya sambil nunjuk ke ruangan yang ada diatas genteng. HAH?! GENTENG?! Masa iya yang di bilang Marsya tadi itu bener-_- Engga lucu ah. *eh
Emang enak sih duduk-duduk atau merenung nasib disitu. Sunyi,
adem lagi. Pandangan dari atas situ bisa melihat kemana aja. Monas aja
kelihatan:O. Kota tua mungkin juga kelihatan. Gue langsung samperin Dicky tanpa
bilang ‘makasih’ ke kak Morgan.
“Ky? Lo ngapain disini?”, tanya gue. Dicky menghadap
membelakangi gue. Dia duduk dengan kaki yang diluruskan kedepan. Mungkin agar
kakinya engga keram. Gue memberanikan diri duduk disebelah Dicky. Dengan
tampang polos, berseragam, memakai behel, dan rambut di ikat setengah, gue
memulai pembicaraan sama Dicky.
“Ky? Ngga masuk kelas? Udah masuk loh…”, kata gue.
“Lo kesini cuma mau ngomong itu doang?”, tanya Dicky.
“Ya enggak-_- Ky, gue tau kalau gue salah. Gue tau kalau gue polos banget. Gue tau kalau gue ini engga ngerti perasaan cowok. Gue juga tau kok kalau gue egois dan engga mementingkan sekitar gue”, jelas gue.
“Tuh tau”, kata Dicky singkat. Gue menghela nafas. Huh.
“Tapi yang harus lo tau ky, semua kata-kata lo tadi itu salah. GUE INI PEKA! PERASA!”, saut gue dengan nada meyakinkan.
“Masa sih? Buktinya apa? Hah?”, tanya Dicky. Oke, dia sekarang mau bicara sama gue.
“Semua kelakuan baik lo terhadap gue selama ini gue rasain, ky. Dari cara lo ngomong sama gue, cara lo natap gue, cara lo perduli sama gue, gue ngerti ky! Ngerti gue!”, gue berhenti bicara sebentar dan mengambil nafas. Dicky kelihatan tambah jutek sama gue.
“Gue tau, kata ‘maaf’ ini belum bisa menghilangkan suatu rasa yang lo rasain sekarang. Tapi, lo juga harus ngerti kalau lo jadi gue ini gimana. Dari kemarin gue udah ngerasa sesuatu sama lo. Tapi perasaan itu hilang saat gue ketemu sama kak Morgan. Engga tau kenapa perasaan gue berubah. Pas lo ajak gue pulang bareng terus duduk dipinggir jalan sambil nunggu hujan reda, ketemu sama Leo dan Lia, gue mulai suka sama lo. Tapi, pas besoknya kita ngobrol bareng-bareng sama kak Morgan dikelas dan pas kak Morgan acak-acak rambut gue itu perasaan gue ke elo itu setengahnya jadi ke kak Morgan. Dan tadi gue ditembak kak Morgan. Dan tadi juga gue denger pengakuan dari Marsya dan Afiqah kalau lo suka sama gue. Kenapa sih, engga lo yang bilang langsung aja sama gue? Hah? Bikin gue tambah bingung tau gak!”, jelas gue.
“Ky? Ngga masuk kelas? Udah masuk loh…”, kata gue.
“Lo kesini cuma mau ngomong itu doang?”, tanya Dicky.
“Ya enggak-_- Ky, gue tau kalau gue salah. Gue tau kalau gue polos banget. Gue tau kalau gue ini engga ngerti perasaan cowok. Gue juga tau kok kalau gue egois dan engga mementingkan sekitar gue”, jelas gue.
“Tuh tau”, kata Dicky singkat. Gue menghela nafas. Huh.
“Tapi yang harus lo tau ky, semua kata-kata lo tadi itu salah. GUE INI PEKA! PERASA!”, saut gue dengan nada meyakinkan.
“Masa sih? Buktinya apa? Hah?”, tanya Dicky. Oke, dia sekarang mau bicara sama gue.
“Semua kelakuan baik lo terhadap gue selama ini gue rasain, ky. Dari cara lo ngomong sama gue, cara lo natap gue, cara lo perduli sama gue, gue ngerti ky! Ngerti gue!”, gue berhenti bicara sebentar dan mengambil nafas. Dicky kelihatan tambah jutek sama gue.
“Gue tau, kata ‘maaf’ ini belum bisa menghilangkan suatu rasa yang lo rasain sekarang. Tapi, lo juga harus ngerti kalau lo jadi gue ini gimana. Dari kemarin gue udah ngerasa sesuatu sama lo. Tapi perasaan itu hilang saat gue ketemu sama kak Morgan. Engga tau kenapa perasaan gue berubah. Pas lo ajak gue pulang bareng terus duduk dipinggir jalan sambil nunggu hujan reda, ketemu sama Leo dan Lia, gue mulai suka sama lo. Tapi, pas besoknya kita ngobrol bareng-bareng sama kak Morgan dikelas dan pas kak Morgan acak-acak rambut gue itu perasaan gue ke elo itu setengahnya jadi ke kak Morgan. Dan tadi gue ditembak kak Morgan. Dan tadi juga gue denger pengakuan dari Marsya dan Afiqah kalau lo suka sama gue. Kenapa sih, engga lo yang bilang langsung aja sama gue? Hah? Bikin gue tambah bingung tau gak!”, jelas gue.
Gue mulai kesel sendiri. Untung diatas cuma ada gue dan
Dicky, jadi kalau mau marah-marah sekeras-kerasnya juga engga ketauan.
“Shil! Cuma bilang ‘suka’ sama cewek dan bilang ‘mau ngga jadi pacar gue?’ itu susah shil! Penuh percaya diri dan dukungan. Siap mental kalau ditolak atau dicaci. Dan lo tahu, gue orangnya gimana. Engga siap mental. Apa lagi masalah cewek. Mungkin kak Morgan udah biasa ngehadapin kayak gini, jadi kalau ditolak ngga sakit hati. Tapi gue? Beda jauh sama kak Morgan. Ngertiin gue please, shil!”, jelas Dicky. Kasihan mukanya itu loh:’(
“Shil! Cuma bilang ‘suka’ sama cewek dan bilang ‘mau ngga jadi pacar gue?’ itu susah shil! Penuh percaya diri dan dukungan. Siap mental kalau ditolak atau dicaci. Dan lo tahu, gue orangnya gimana. Engga siap mental. Apa lagi masalah cewek. Mungkin kak Morgan udah biasa ngehadapin kayak gini, jadi kalau ditolak ngga sakit hati. Tapi gue? Beda jauh sama kak Morgan. Ngertiin gue please, shil!”, jelas Dicky. Kasihan mukanya itu loh:’(
Ceritanya bikin mau nangis ya pemirsah… “Ky, gue minta maaf
ya kalau selama ini gue engga pernah ngertiin lo. Gue engga tahu dan engga bisa
tahu semua yang lo rasain ky, gue bukan peramal. Gue juga engga punya indra ke
enam buat tembus ke perasaan orang. Jadi, gue Cuma mau ini clear dan engga ada
berantem-beranteman antara kita, satu sama lain. Gue udah ngaku, kalau gue
pernah suka sama lo. Dan lo udah tau kan sekarang perasaan gue gimana? jadi
tinggal lo. Biar gue bisa ngertiin perasaan lo, gue harus gimana?”, jelas gue
sambil megang pundak Dicky. Dicky diam. Hening.
“Udah, gue tau yang Dicky rasain apa. Kalian cocok kokJ”, saut kak Morgan dari arah
pintu. Gue sama Dicky tersentak kaget. Berarti dari tadi gue sama Dicky ngomong
panjang lebar itu kak Morgan denger?!:O Oke, gue bingung. “Udah, ambil aja
Shillanya. Lagian dia sukanya sama lo kok, bukan gue”, kata Dicky. OhmyGod.
Saatnya hati gue muterin lagu ‘Aku Cinta Kau dan Dia’. Ehem…..
‘Memang salahku yang tak pernah
bisa, meninggalkan dirinya tuk bersama kamu, walau ‘tuk trus bersama, akan ada
hati yang akan terluka, dan ku tahu kau tak mau’
‘Maafkanlah karena aku, cinta kau dan dia, maafkanlah ku tak bisa, tinggalkan dirinya’
‘Maafkanlah karena aku, cinta kau dan dia, maafkanlah ku tak bisa, tinggalkan dirinya’
“Yakin lo?”, tanya kak Morgan. Aduh kak Morgan juga aneh,
kok malah nantangin sih-_- Gue diam seribu bahasa. “Um, ky? Lo kan belum nembak
gue._. Kenapa bisa ngomong begitu”, kata gue. “ohiya ya-_-. Ehm…….”, kata
Dicky, dan kata ‘ehm’ nya itu buat hati gue balik ke lagu pertama. Dag dig dug
hatiku~ “Sory, kalau ue emang dari tadi denger pembicaraan lo berdua”, saut kak
Morgan dan langsung pergi gitu aja. Gue menghela nafas. Jantung gue kayak
dilempar ke Amerika, gimana Dicky yah.. kayak ke Lempar ke Saudi Arabia kali
ya?-_-
“Shil.. kali ini gue serius. Gue engga akan takut lagi
sama jawaban lo”, kata Dicky. Gue pasang tampang tanda tanya. Dicky megang
kedua tangan gue. Saatnya gue nyanyi ‘Ada Cinta’. “Shil….. Um, gue udah suka
sama lo dari………….”, saut Dicky yang kelihatannya mikir. Dari kapan?! “Um,
dari….. pokoknya udah lama banget gue memendam rasa sama lo. Tapi, ya itu gue
takut bilangnya”, saut Dicky. Gue diam menunduk. “Sekarang gue berani terima
resiko apapun. Shil….”, saut Dicky. Dalam hati gue, “please ky, jangan
kelamaan. Jangan bikin gue pingsan disini. Aduh lama lo, bikin jantung mau
copot tau nggak sih?!”. “Shil… lo mau ngga jadi cewe gue?”, kata Dicky sambil
menatap mata gue. Kelihatan banget dia dag dig dug melebihi gue.
‘oh indahnya dunia saat kau
tatap mata ku, ooh indahnya hatiku saat kau biang aishiteru’
Gue masih diam seribu bahasa. Masih mikir antara kak
Morgan atau Dicky. “HACHIIIIMM”, phobia debu gue kambuh lagi dan membuat
suasana jadi kacau. “Shil? lo ngga apa-apa kan? Lo sakit? Gue bawa lo ke UKS
ya?”, saut Dicky. Ini Dicky yang kelewatan lebay, perhatian atau gimana… “Engga
apa-apa kok kyJ”,
jawab gue. “Um, jadi jawaban lo apa?”, tanya Dicky. Dalam hati gue, “haduh gue
engga bisa mikir sekarang!”. “Ky? Boleh engga gue tanya mama dan kakak-kakak
gue dulu?”, tanya gue ceming. “Boleh lahJ”, jawab Dicky. Gue tersenyum
imut.
Gue mulai mem-bbm mama dan kakak-kakak gue. “Aku ditembak
sama kak Morgan dan Dicky secara bersamaan, terus aku pilih yang mana?”, kata
gue via bbm. *Ting nong ting nong* Bunyi hp gue, buru-buru lah gue mengecek hp.
Dicky keliatan banget degdegan. Dia aja degdegan gimana gue euy.. Pas buka hp,
“CIEEEEE”, isinya kayak gitu semua. Gue butuh jawaban kok malah cie-_- “Shil?
Kata mereka apa?”, saut Dicky tampang tegang. “Gatau ky, nih liat”, jawab gue
sambil memperlihatkan isi bbm mama, kak Rangga dan kak Rafael. “Jawab!!! Bukan
malah cie cie cie -_-“, bales gue ke mereka via bbm.
Beberapa menit kemudian… *ting nong ting nong* Gue lagsung cek
hp lagi. Kali ini beneran ada jawabannya. Mau tau? Mau tau? Pengen banget?
Masa? Kasih tau ngga yaaaa?? Gue mulai baca balasan mereka. Dicky kelihatan
pengen banget lihat hp gue tapi gue tutup-tutupin, haha. “Kalau mama mending
kamu sama Dicky”, jawab mama gue via bbm. “Kalau gue mending lo sama Morgan”,
jawab kak Rafael. “Menurut gue, mending lo sama Dicky aje”, jawab kak Rangga.
Gue pasang tampang mikir. Dicky kelihatan bingung liat muka gue. Gue balas bbmnya
lagi, “emang kenapa?”.
Beberapa menit kemudian bunyi lagi. Gue langsung buka lagi
bbmnya. Kata mama, “Mama udah kenal Dicky, udah tau orangnya yang mana. Jadi
mama pilih yang pasti-pasti ajaJ Tapi kalau kamu maunya sama Morgan, ya itu pilihan kamu”. Kata
kak Rafael, “Morgan kan yang udah bikin lo histeris seribu bahasa di mobil”.
Kata kak Rangga, “Morgan itu banyak yang sukain. Lo mau jadi saingan mereka
semua? Kakak kelas lo juga pada suka kan?”. Oke, sekarang gue tau siapa yang
gue pilih. Mau tau? Mau banget tau? Pengen banget tau? apa pengen aja tau?
Sudah-sudah, simak ceritanya sesaat lagi……. Eh kok jadi iklan?-_- Lanjuuuut~
Biar ngga tegang, eheheJ
“Oke”, balas gue via bbm. “Ehm ky, jangan kaget ya kalau
keputusan gue ini mungkin bisa buat lo senang atau sedih. Yang pasti, lo udah
siap kan sama keputusan gue?”, tanya gue dengan tampang meyakinkan. Ini udah
kayak keputusan dari pemerintah, hitam diatas putih aja-_- “Udah kok”, jawab
Dicky. Gue bbm kak Morgan buat ketemuan. Engga peduli lagi belajar atau santai,
ini penting dan harus clear sekarang. Dan kak Morgan pun setuju. “Ky? Gue punya
urusan sama kak Morgan. Gue bakal jawab pertanyaan lo pas pulang sekolah
disini. Lo mendingan sekarang ke kelas, alasannya lo engga ikut pelajaran
apakek gitu, dan kalau gurunya tanya gue dimana, bilang aja gue lagi pusing.
Oke? Makasih kyJ”,
jelas gue dan langsung lari menemui kak Morgan.
Bersambung~
No comments:
Post a Comment